Seorang pemuka agama yang menyampaikan ayat Tuhan sesuai hawa nafsunya. Ia hanya mau menyampaikan ayat sesuai kepentingannya saja. Sedangkan bila ada kebenaran yang tidak sesuai, ia sembunyikan. Lebih penting mengikuti mereka yang berkuasa, agar ia dapat berkuasa pula. Kekuasaan baginya haruslah besar. Ia enggan mempermasalahkan bagaimana cara mencapainya. Ia enggan peduli akan hal itu. Baginya kekuasaan bukanlah tanggungjawab, melainkan alat untuk dapat melakukan hal sesuai kemauannya.
Lagipula mereka yang dibimbing telah terlanjur percaya, lalu merasa dikhianati. Sebabnya ia malah dihancurkan bukan diayomi. Lantas sosok yang harusnya melindungi justru malah merusak. Bagaimana kemudian korban tidak merasa trauma, benci dengan dirinya, jijik dengan keadaannya? Bagaimana ia tidak kesal dengan apa yang menimpanya?
Diperparah dengan lingkungan yang justru menyalahkan korban. Bukannya mendukung dan memulihkan mental, tapi malah menghancurleburkan hingga tak bersisa, dan merasa tak berdosa. Ia menghakimi korban seakan-akan Tuhan yang tahu segalanya. Bagaimana kemudian korban bisa pulih, tidak. Ia akan menjadi korban dan trauma diseumur hidupnya. Menjalani hari-hari, dengan tersiksa. Itu jika ia beruntung dapat selamat, jika tidak?
0 Comments:
Posting Komentar
Tolong menggunakan bahasa yang baku dan tanpa singkatan, terima kasih.