Sepertinya sulit jika ingin menjadi orang yang selalu
dibutuhkan. Sebab adakalanya orang hanya mengandalkan dirinya. Seputus
asa apapun ia, lebih memilih menyelesaikannya sendiri. Karena terkadang
menceritakan dirinya bukannya didengar, melainkan diberi wejangan yang
sebenarnya tak ia butuhkan. Tapi memang melakukannya sendiri itu, demi menyelesaikannya
sendiri, boleh-boleh saja. Asalkan akibat dari kebodohannya, akibat dari ketidaktahuan, itu ditanggung
sendiri.
Karena ada orang yang sudah dikasih tahu, ia bebal. Sudah
dikasih opsi, ia malah membuat opsi sendiri. Memilih menyerahkan
dirinya pada nasib. Seseorang mesti jatuh dulu baru tahu rasanya sakit. Mesti kepentok dulu baru ia sadar.
Jika ia tak merasakannya sendiri, maka ia enggan berhenti. Tidak masalah,
cukup memberitahunya. Sedangkan keputusannya, ialah miliknya.
Orang kadang suka belanja untuk memenuhi kepuasan dirinya.
Tidak masalah seharusnya, selagi untuk menjadikan diri merasa terpenuhi
keinginannya. Masalahnya kalau berlebihan, jadinya malah boros. Entah boros yang saya maksud seperti apa. Setiap orang dapat mengukur untuk dirinya
sendiri. Karena takaran belanja orang berbeda.
Nanti bisa saya kerjakan. Besok saya akan lanjutkan. Ini
hal-hal yang dikatakan oleh diri saya sendiri, dan memang akhirnya, menyesal.
Besok masih ada waktu. Ternyata besok masih tidak dikerjakan. Saya terkadang
suka berbicara dengan diri sendiri. Tapi masih sama saja. Memang saya agak
terlalu keras juga sepertinya, sama diri sendiri. Kadang saya suka menyalahkan diri
sendiri, menyalahkan orang, keadaan, pemerintah.
Saya masih memikirkan hal yang sebaiknya dilakukan setelah
peristiwa berlalu. Coba kalau tadi saya begini. Lalu terekam apa yang saya
lakukan jika ada kejadian seperti itu. Saya harusnya begini, dan begitu. Tapi
saya masih kaku. Tidak ingin bergerak sesuai dengan apa yang saya pikirkan.
Saya ingin untuk bergerak, tapi badannya dan pikiran enggan untuk sinkron.
Saat membaca berita, paling saya membaca berita bola. Kalau
main bola, saya suka saat main dilapangan futsal maupun bola. Saat
SMA, sekolahnya lapangan futsal. Sedangkan didepan sekolah ada tanah untuk sepakbola. Saya suka berada di depan, dan ditengah. Soalnya pembagian posisinya nggak jelas, jadi lari-lari saja ke tempat kosong. Sebab saya juga malas bergerak. Jadi saya didepan menunggu bola datang, hehe..
Terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat untuk kamu.
0 Comments:
Posting Komentar