Buatmu
yang ragu memulai, berhati-hatilah siapa tahu kamu malah menyesal, karena waktu
itu kini cepat sekali bergeraknya. Tahu-tahu kamu sudah bekerja, sudah melewati
banyak hal, dan menyesal kenapa dulu nggak memulai, apakah khawatir terlambat?
Kata siapa? Memang kamu yang menentukan terlambat atau tidak? Jika ia memulai
lebih dulu memang memiliki banyak keuntungan, tetapi belum tentu ia konsisten
dalam melakukan. Dan terlambat memang masalah, tapi bukan berarti harus menyerah.
Apakah
keterlambatan orang lain menentukan kita? Memangnya kita HRD-kehidupan, hidupmu lebih memilih untuk diatur orang daripada diatur oleh dirimu
sendiri. Kita memang perlu belajar dari pengalaman orang lain, tapi kalau soal
pemikiran (hadeh) belum tentu dia benar, belum tentu standar dia cocok untuk dipakai, belum tentu omongannya seratus persen akurat, kalau takut terus,
terus kemudian menyesal, mau diapain lagi.
Memulai
memang terasa berat, soalnya dari yang tadinya nggak pernah jadi melakukan.
Kebayang hal-hal yang nggak enak, nanti dibicarain, dihujat, dikomentari, tapi
apakah kita mengantungkan kebahagiaan kita pada pandangan orang lain,
memangnya pengurus kehidupan kita mereka, memangnya progress kehidupan kita
harus sebergegas kereta cepat, kita berproses sesuai dengan kehidupan yang
terkadang tak sesuai dengan rencana.
Biasanya
banyak salahnya, banyak bodohnya, tapi tetap saja dilakukan. Mau dimarahin sampai
nangis kek, dibentak-bentak sampai mumet, namanya juga masih bodoh, masih belum
paham. Tapi kalau bodoh terus agak membingungkan juga, sudah lama melakukan
tapi masih bodoh, maksudnya kamu nggak mau berkembang atau memang sengaja
dipaksa oleh keadaan yang membatasimu untuk bertindak. Daripada kelak dipaksa
oleh keadaan, mendingan memutuskan untuk berkembang dan bergerak sekarang.
Lagipula
memulai itu berat dan butuh konsisten yang juga sama beratnya. Butuh tekad dan
keteguhan untuk menjalankannya dan percaya pada prosesnya. Sedangkan kita
maunya instan, maunya pluk yang langsung muncul. Padahal dibalik hal yang mudah
tadi butuh proses yang sulit dan tidak sebentar. Bisa cari cara cepat, cara
mudah, tetapi apakah memang itu hal yang pantas untuk dilakukan? Kalau pantas
silahkan saja. Membuat jadi mudah itu memikirkannya pun juga butuh waktu, butuh
pengorbanan, buat menjadi problem solver yang baik.
Saya melihat berita pelecehan seksual, mungkin karena otaknya sudah rusak, makanya ia nggak bisa mengontrol nafsunya yang begitu liar, mereka yang sudah tak
tertolong itu mencari mangsa sebagai korban mereka, korban ketakutan, membeku,
dan tak bisa berbuat apa-apa. Setelahnya korban menangis karena merasa telah
dikotori, jijik dengan dirinya sendiri, dengan badannya, merasa badannya bukan
lagi bagian daripada dirinya, ia merasa pasrah dan tak ingin memberitahukan
bencana buruk tersebut kepada orang lain, karena merasa kacau dan hancur.
0 Comments:
Posting Komentar
Tolong menggunakan bahasa yang baku dan tanpa singkatan, terima kasih.