Ramadan Hari Keempatbelas

Senin, 25 Maret 2024 0 Comments

 
Photo Brave by Allan Mas from Pexels

Kita tidak tahu apa yang ingin dilakukan, tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin dilakukan, tidak tahu mau apa, serta tidak tahu mau kemana. Membiarkan diri ini dalam ketidaktahuan. Kita menampiknya dalam setiap perjalanan. Dengan kendaraan yang entah akan membawa kita kemana. Sebab kita sendiri tidak mengetahui tujuan kita apa.


Kita tidak mempertanyakan hal tersebut. Kita menaiki kendaraan yang salah sebab tidak bertanya. Kita enggan berani untuk menanyakannya. Padahal kita bisa saja bertanya pada yang lebih tahu. Kita bisa saja berusaha mencari tahu dan bertanya lagi pada diri kita sendiri. Saat sudah turunlah baru kita tersadarkan. Setelah tersasar baru kita berusaha mencarikan jalan yang benar.


Bisa jadi ada salah dari cara kita, sudah bertanya tapi caranya salah atau pertanyaannya yang salah. Bisa jadi kita abai dan diam, malas bergerak. Bisa jadi hal yang kita lakukan selalu berulang, tanpa improvisasi. Kita tidak tahu caranya, dan diam saja saat terombang-ambing oleh arus perasaan ragu. Hingga tenggelam dalam perjalanan yang panjang. Tahu-tahu sudah berada ditempat yang asing. Bisa ditempat yang kita sukai atau justru tempat yang kita benci.


Sebelum pulang kerja saya kembali melihat Youtube Pandji Pragiwaksono, Work Life Trampoline. Jika ada seseorang yang bilang saya siap kerja apa saja, artinya ia tidak memiliki kemampuan yang spesifik. Ia seakan tidak memberikan solusi, misal mengisi posisi yang kosong karena memang bisa membantu dalam hal itu. Ia lebih mementingkan kerja, dibanding apa yang dikerjakan. Ia lebih mengutamakan dirinya sendiri. Bisa kerja apa saja karena yang penting kerja, itu salah. Sebab alasan orang kerja harusnya bisa membantu perusahaan, dengan mengisi posisi yang dibutuhkan. Entah mau kepepet karena tidak diterima kerja, perusahaan tidak peduli. Sebab perusahaan bukanlah yayasan amal yang memberikan uang secara gratis, gaji ialah timbal balik dari kontribusi yang diberikan untuk menyelesaikan suatu tugas.


Apakah kita akan membiarkan kerja terus-menerus dalam ketakutan dan hidup bersedih, ataukan melawan rasa takut itu untuk hidup lebih bahagia? Ini sebenarnya juga menjadi pertanyaan pada diri saya sendiri. Akankah kita selamanya akan menghabiskan waktu untuk bekerja pada hal yang tidak kita sukai? Yang menghabiskan waktu hidup kita, letih dan capek tapi tidak bahagia. Apakah hal demikian yang kita inginkan? Tadi sepulang kerja saya berbuka puasa di halte. Saya melihat ada tiga perempuan yang saling berbincang, tertawa, sepertinya menikmati sekali hidupnya. Kemudian saya pun pergi, setelah menghabiskan satu teh kotak. Bahwa mengobrol dengan teman sefrekuensi sepertinya memang semenyenangkan itu. Menikmati hidup dengan senyuman. Semoga tulisan kali ini bermanfaat untukmu, dan kedepannya saya akan tetap menulis sebab ini ialah hal yang saya sukai, demikian.


0 Comments:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Suka Narasi | TNB