Ramadan Hari Kesembilan

Rabu, 20 Maret 2024 0 Comments

 
Di halte busway

Sometimes saya pulang agak lama, tapi kali ini pulangnya bisa lebih cepat. Karena busway tidak sepadat seperti hari-hari dibulan Ramadan. Sepertinya orang-orang pada pulang sebelum jam lima, supaya bisa berbuka puasa di rumah. Sementara yang dijalan, harus siap untuk berbuka di perjalanan. Macetnya karena orang keluar buat cari takjil. It's enough for me, yang penting saya pulang tidak terlalu larut malam.


Sebelum pulang, saya menonton Youtube Pandji Work Life Trampoline. Seperti taglinenya, carilah pekerjaan yang capeknya membuat bahagia. Dengan menemukan kebahagiaan dari apa yang dikerjakan. Bisa melakukan apa yang disukai dengan bekerja. Meskipun pekerjaannya melelahkan, tapi dia bahagia. Sebab yang dilakukannya lebih disukai, daripada hal-hal yang didapatkan dari itu. Ia lebih suka hal yang dilakukan, pekerjaannya, daripada hal-hal baik yang datang dari yang dilakukannya. Seperti gaji, reputasi, popularitas, ia lebih suka apa yang dilakukan daripada semua itu.


Saya melihat diberita orang Israel menindas warga gaza. Di rumah sakit, mereka menyuruh pihak rumah sakit untuk mengeluarkan pasien, untuk pergi kembali ke Gaza. Menyedihkan, pembantaian, tidak ada rasa aman, ketakutan, penuh kebencian, tidak ada kedamaian. Mungkin saja manusia-manusia itu lebih berbahaya daripada setan sekalipun. Yang ada dipikirannya ialah senang menyaksikan penderitaan dan pertumpahan darah. Orang-orang demikian akan mendapat balasannya nanti langsung dari Tuhan.


Sembari menunggu dibusway, kadang saya juga menyempatkan diri membaca ebook di app Ipusnas. Saya sedang membaca bukunya Yoris Sebastian, Creative Junkies, bagaimana kreatif itu bisa dilatih. Jadi saat menunggu, saya membacanya halaman demi halaman. Saya tidak lagi terburu-buru ingin menyelesaikan membaca buku dalam satu-dua hari. Sepertinya buku ini akan selesai beberapa hari mendatang, saya jadi ingin membuat resensinya. Definitely saya sudah lama saya tidak membuat resensi buku.


Oh iya, tiba-tiba saya kepikiran ada orang yang bilang buat apa cuma bisa berkata-kata. Nggak ada tindakan, nggak ada hasil nyata, bisanya cuma ngolah kata. Saya mendengarnya agak sedikit mengerutkan dahi, sudah saya kurangi, sebab mengerutkan dahi bisa membuat wajah kita cepat kusut, jadi saya usap-usap dahi saya supaya kerutannya berkurang. Berkata-kata itu tidak mudah. Apalagi kata-kata yang enak untuk didengar. Jadi lebih baik bisa berkata-kata daripada tidak bisa apa-apa. Lagipula berkata-kata yang bagus itu butuh jam terbang, pengalaman, jadi tidak segampang itu. Lebih baik introspeksi diri, bisa jadi yang bilang cuma bisa berkata-kata malah justru sebaliknya, memang hanya bisa berkata-kata, demikian. Semoga tulisan ini bermanfaat untukmu.


0 Comments:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Suka Narasi | TNB